Membakar Mushaf Rusak, Bolehkah?
Salah satu fenomena yang kerap muncul sehari-hari ialah keberadaan mushaf Alquran yang rusak. Lembaran-lembaran itu sebagiannya bahkan ada yang berserakan dan berada di tempat yang kurang baik.
Kondisi ini sangat berseberangan dengan
anjuran untuk meletakkan Alquran di tempat yang terhormat. Lantas, apa
solusinya agar lembaranlembaran rusak yang tercecer itu tidak terinjak?
Bolehkah membakar mushaf-mushaf tersebut?
Ketentuan awal yang mesti dipahami dalam masalah ini ialah pengertian mushaf itu sendiri. Apa batasan dan kriteria lembaran-lembaran atau tulisan-tulisan bertuliskan ayat Alquran itu dapat dikate gori kan sebagai mushaf Alquran?
Para ulama mazhab empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i ,dan Hanbali mengatakan bahwa definisi mushaf yang dimaksud me liputi segala bagian yang terdapat tu li san ayat Alquran pada cetakan ter sebut. Karena itu, tidak diperkenankan memegang mushaf kecuali dalam kondisi suci.
Dalam kitab al-Hidayah Syarah al-Bidayah, misalnya, disebutkan bahwa orang yang berhadas tidak diperkenankan memegang mushaf, kecuali dengan lapisan sampul atau lapisan lainnya. Pendapat yang sama dinukil dari kitab al-Bahr ar-Raiq. Ditegaskan larangan memegang mus haf tanpa bersuci, baik mushaf yang telah terbukukan maupun yang tercecer.
Penegasan yang sama terdapat pula di kitab Hasyiyat Dasuqi ala Syarh al-Kabir. Selama terdapat tu lis an ayat Alquran, baik yang tercetak dalam satu kumpulan mushaf mau pun tidak, maka bisa dikategorikan sebagai mushaf.
Menyikapi mushaf yang rusak dan berserekan tersebut guna menghindari tindakan yang bisa mengurangi kehormatan dan kesucian mushaf, se perti terinjak, terkena kotoran, dan tercampur dengan barang-barang lain nya, maka ada dua solusi cara yang bisa dilakukan. Yaitu, pertama, dengan cara ditanam dalam tanah dan opsi kedua ialah dibakar.
Opsi yang pertama, dipopulerkan oleh Mazhab Hanafi dan Hanbali. Mushaf yang rusak dan sudah tak lagi terpakai bisa ditanam dalam tanah. Al-Hashkafi, salah seorang imam bermazhab Hanafi dalam kitab ad- Durr al-Mukhtar menjelaskan layak nya seorang Muslim, ketika tak lagi bernyawa maka ia akan dikubur di tanah. Perlakuan yang sama juga berlaku untuk mushaf Alquran.
Bila sudah rusak dan sulit terbaca maka hendaknya dibenamkan di tanah. Lokasi penguburan mushaf tersebut bukan berada di jalan yang sering dilalui orang. Imam Ahmad, seperti yang dinukil al-Bahwati dalam kitab Kasyf al-Qanna’, pernah berkisah, ketika itu Abu al-Jauza’ memiliki mus haf yang telah usang dan tak laik.
Abu al-Jauza’ akhirnya mengubur mushaf tersebut di salah satu sudut masjid. Pandangan yang sama diutarakan juga oleh Syekh Ibnu Taimiyyah. Penguburan mushaf rusak adalah bentuk penghormatan. Sebagaimana manusia sewaktu meninggal dimakamkan di lokasi yang aman.
Sedangkan, alternatif cara yang kedua ialah dibakar. Opsi pembakar an mushaf Alquran yang rusak ini banyak diadopsi di kalangan Mazhab Maliki dan Syafi’i. Dasar pendapat mereka merujuk keputusan Khalifah Usman bin Affan yang membakar mus haf. Ketika itu, seperti yang dinu kil dari Bukhari dalam kitab hadis sahihnya, Usman meminta Hafshah menyerahkan mushaf yang ia simpan.
Khalifah ketiga itu pun lantas menginstruksikan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abudurrahman bin al- Harits bin Hisyam untuk mengopi mushaf itu. Setelah proses kodifikasi selesai, Usman memerintahkan mushaf-mushaf yang berada di tangan sejumlah sahabat untuk dibakar.
Hal ini ditempuh guna mencari titik mufakat dan penyeragaman mushaf. Mush’ab bin Sa’ad, sebagaimana dinukil dari kitab al-Mashahif, menjelaskan, publik kala itu tidak setuju dengan opsi pembakaran dan mendukung gagasan Usman.
Peristiwa tersebut oleh Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulumul Qur’an dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya membakar mushaf yang rusak. Ia berpandangan, bila lembar an-lembaran itu rusak maka tidak bo leh hanya diselamatkan dengan meletakkan di tempat tertentu.
Hal ini dikhawatirkan jatuh dan akan terinjak. Opsi menyobek juga kurang te pat. Pasalnya, sobekan masih menyi sakan beberapa huruf atau kalimat. Ini bisa lebih fatal akibatnya. Diba kar? Solusi ini jauh lebih baik, menurutnya. Tindakan sama yang di la kukan oleh Usman.
Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah) dalam kompilasi fatwanya menyebutkan, mushaf yang tak lagi terpakai, kitab, dan kertas-kertas di ma na tertulis ayat-ayat Alquran ma ka hendaknya dikubur di tempat yang laik, jauh dari lalu lintas manusia atau lokasi yang menjijikkan. Opsi lain yang bisa ditempuh ialah dibakar. Hal ini sebagai bentuk penghormatan dan menghindari perendahan Alquran.
Ketentuan awal yang mesti dipahami dalam masalah ini ialah pengertian mushaf itu sendiri. Apa batasan dan kriteria lembaran-lembaran atau tulisan-tulisan bertuliskan ayat Alquran itu dapat dikate gori kan sebagai mushaf Alquran?
Para ulama mazhab empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i ,dan Hanbali mengatakan bahwa definisi mushaf yang dimaksud me liputi segala bagian yang terdapat tu li san ayat Alquran pada cetakan ter sebut. Karena itu, tidak diperkenankan memegang mushaf kecuali dalam kondisi suci.
Dalam kitab al-Hidayah Syarah al-Bidayah, misalnya, disebutkan bahwa orang yang berhadas tidak diperkenankan memegang mushaf, kecuali dengan lapisan sampul atau lapisan lainnya. Pendapat yang sama dinukil dari kitab al-Bahr ar-Raiq. Ditegaskan larangan memegang mus haf tanpa bersuci, baik mushaf yang telah terbukukan maupun yang tercecer.
Penegasan yang sama terdapat pula di kitab Hasyiyat Dasuqi ala Syarh al-Kabir. Selama terdapat tu lis an ayat Alquran, baik yang tercetak dalam satu kumpulan mushaf mau pun tidak, maka bisa dikategorikan sebagai mushaf.
Menyikapi mushaf yang rusak dan berserekan tersebut guna menghindari tindakan yang bisa mengurangi kehormatan dan kesucian mushaf, se perti terinjak, terkena kotoran, dan tercampur dengan barang-barang lain nya, maka ada dua solusi cara yang bisa dilakukan. Yaitu, pertama, dengan cara ditanam dalam tanah dan opsi kedua ialah dibakar.
Opsi yang pertama, dipopulerkan oleh Mazhab Hanafi dan Hanbali. Mushaf yang rusak dan sudah tak lagi terpakai bisa ditanam dalam tanah. Al-Hashkafi, salah seorang imam bermazhab Hanafi dalam kitab ad- Durr al-Mukhtar menjelaskan layak nya seorang Muslim, ketika tak lagi bernyawa maka ia akan dikubur di tanah. Perlakuan yang sama juga berlaku untuk mushaf Alquran.
Bila sudah rusak dan sulit terbaca maka hendaknya dibenamkan di tanah. Lokasi penguburan mushaf tersebut bukan berada di jalan yang sering dilalui orang. Imam Ahmad, seperti yang dinukil al-Bahwati dalam kitab Kasyf al-Qanna’, pernah berkisah, ketika itu Abu al-Jauza’ memiliki mus haf yang telah usang dan tak laik.
Abu al-Jauza’ akhirnya mengubur mushaf tersebut di salah satu sudut masjid. Pandangan yang sama diutarakan juga oleh Syekh Ibnu Taimiyyah. Penguburan mushaf rusak adalah bentuk penghormatan. Sebagaimana manusia sewaktu meninggal dimakamkan di lokasi yang aman.
Sedangkan, alternatif cara yang kedua ialah dibakar. Opsi pembakar an mushaf Alquran yang rusak ini banyak diadopsi di kalangan Mazhab Maliki dan Syafi’i. Dasar pendapat mereka merujuk keputusan Khalifah Usman bin Affan yang membakar mus haf. Ketika itu, seperti yang dinu kil dari Bukhari dalam kitab hadis sahihnya, Usman meminta Hafshah menyerahkan mushaf yang ia simpan.
Khalifah ketiga itu pun lantas menginstruksikan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abudurrahman bin al- Harits bin Hisyam untuk mengopi mushaf itu. Setelah proses kodifikasi selesai, Usman memerintahkan mushaf-mushaf yang berada di tangan sejumlah sahabat untuk dibakar.
Hal ini ditempuh guna mencari titik mufakat dan penyeragaman mushaf. Mush’ab bin Sa’ad, sebagaimana dinukil dari kitab al-Mashahif, menjelaskan, publik kala itu tidak setuju dengan opsi pembakaran dan mendukung gagasan Usman.
Peristiwa tersebut oleh Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulumul Qur’an dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya membakar mushaf yang rusak. Ia berpandangan, bila lembar an-lembaran itu rusak maka tidak bo leh hanya diselamatkan dengan meletakkan di tempat tertentu.
Hal ini dikhawatirkan jatuh dan akan terinjak. Opsi menyobek juga kurang te pat. Pasalnya, sobekan masih menyi sakan beberapa huruf atau kalimat. Ini bisa lebih fatal akibatnya. Diba kar? Solusi ini jauh lebih baik, menurutnya. Tindakan sama yang di la kukan oleh Usman.
Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah) dalam kompilasi fatwanya menyebutkan, mushaf yang tak lagi terpakai, kitab, dan kertas-kertas di ma na tertulis ayat-ayat Alquran ma ka hendaknya dikubur di tempat yang laik, jauh dari lalu lintas manusia atau lokasi yang menjijikkan. Opsi lain yang bisa ditempuh ialah dibakar. Hal ini sebagai bentuk penghormatan dan menghindari perendahan Alquran.
Alasan Ilmiah, Mengapa Pacaran itu di Larang
Perintah
untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan) antara seorang pria dan wanita
yang bukan mahram selama ini dipatuhi seorang mukmin sebagai ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Tapi, jarang dari kita yang mengetahui
alasan ilmiah di balik perintah itu.
Kenapa
hal tersebut dilarang dan dianggap berbahaya oleh syariat Islam? Bagian
tubuh kita yang mana yang ternyata berpengaruh terhadap kondisi berdua
duaan tersebut?
Baru-baru ini, sebuah riset ilmiah membuktikan sendiri tentang bahaya berdua duaan.
Para
peneliti di Universitas Valencia menegaskan bahwa seorang laki laki
yang berduaan dengan seorang wanita menjadi pemicu utama naiknya sekresi
hormon kortisol.
Kortisol
adalah hormon yang bertanggung jawab terjadinya tegangan dalam tubuh.
Meskipun subjek penelitian (seorang laki laki) yang diuji coba hanya
dengan mengkhayalkan tentang seorang wanita dalam sebuah simulasi
penelitian. Namun hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari
mengeluarkan hormon tersebut.
"Cukup
anda duduk selama lima menit dengan seorang wanita. Dan anda akan
membuktikan jika peningkatan hormon anda dalam proporsi tinggi betul
betul nyata," inilah temuan studi ilmiah baru-baru ini yang dimuat pada
Daily Telegraph!
Para
ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan
berguna untuk kinerja tubuh tetapi dengan syarat mampu meningkatkan
proporsi yang rendah, namun jika meningkatnya hormon dalam tubuh dan
berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat menyebabkan
meningkatnya............NAFSU SEKSUAL.
Bentuk
yang menyerupai alat proses hormon penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa tegangan yang tinggi hanya terjadi ketika seorang laki-laki
berduaan dengan lawan jenis (bukan mahram), dan tegangan tersebut akan
terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik lebih besar!
Para
peneliti mengatakan bahwa ketika ada lawan jenis disekitar pria, sang
pria kemungkinan besar membayangkan bagaimana mulai membangun hubungan
dengan sang wanita. Dan dalam penelitian lain, para ilmuwan menekankan
bahwa situasi ini jika diulang (artinya jika keadaan seperti itu
dibiarkan), bukan cuma mustahil akan bermunculan berbagai penyakit
kronis, masalah psikologis dan kehancuran moral yang teramat parah
tingkatnya, tetapi sudah memasuki hal yang PASTI. Inilah juga sebabnya
Rosulullah saw berulang ulang mengingatkan kita agar berhati hati
terhadap wanita, bahwa bencana besar sepeninggal beliau berasal dari
KAUM WANITA
Sudah
sejak 1500 tahun yang lalu Nabi saw bahkan memberi sinyal akan hal itu
lewat sebuah hadits. "Tidaknya ada orang yang seorang laki-laki
berkhalwat dengan wanita kecuali setan adalah yang ketiga"
Allah
swt selaku sang Pencipta sudah betul betul memberikan manusia sebuah
piranti lunak dan piranti keras termasuk petunjuk pemakaiannya. Tidak
ada alasan lain bagi kita sebagai manusia selain bercermin dan membaca
situasi itu lewat petunjuk pemakaiannya itu.
Jadi,
jika ada dari pembaca beritamantap yang melihat lawan jenis sedang
berduaan, maka dari penjelasan ilmiah dan sinyal Allah swt diatas,
YAKINLAH jika keduanya sedang terlibat sebuah getaran NAFSU yang sangat
dahsyat, yang belum satupun makhluk di muka bumi ini yang bisa
membendungnya apalagi menolaknya sekalipun itu seorang yang mengaku
dirinya MUSLIM & MUSLIMAH.
Kalian
setuju atau tidak, tetapi sungguh Allah telah membongkar kedok para
pelaku PACARAN dengan sebuah pengetahuan modern dimana kalian berkiblat
kepadanya. Jika anda masih berkeras, lalu ada rahasia apa dibalik
perintah Allah swt yang menyuruh para orangtua memisahkan anak mereka
ketika sudah berusia baligh? mengapa pula Allah swt mengatakan jika
berduaan dengan Ipar berarti maut? belum cukupkah bukti bukti dimata
anda
Taukah Kamu, Mengapa Foto Albert Einstein Menjulurkan Lidahnya
Albert
Einstein (lahir di Ulm, Kerajaan Württemberg, Kerajaan Jerman, 14 Maret
1879 – meninggal di Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, 18 April
1955 pada umur 76 tahun) adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang
dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia
mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi
pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Dia
dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk
penjelasannya tentang efek fotoelektrik dan "pengabdiannya bagi Fisika
Teoretis".
Setelah
teori relativitas umum dirumuskan, Einstein menjadi terkenal ke seluruh
dunia, pencapaian yang tidak biasa bagi seorang ilmuwan. Di masa
tuanya, keterkenalannya melampaui ketenaran semua ilmuwan dalam sejarah,
dan dalam budaya populer, kata Einstein dianggap bersinonim dengan
kecerdasan atau bahkan jenius. Wajahnya merupakan salah satu yang paling
dikenal di seluruh dunia.
Bukan saja itu, yang lebih menggelikan ada salah satu foto Albert Einstein yang menjulurkan lidahnya.
Asal
tahu tahu saja, foto-foto Albert Einstein menjulurkan lidah sangat
mudah kita temui di cover majalah, poster dan kaos. Foto tersebut
diambil oleh seorang fotografer bernama Arthur Sasse pada tangga 14
Maret 1951 di Princeton pada acara ulang tahun ke 72. Padahal
sebenarnya, foto yang betul aslinya adalah Albert Einstein sedang duduk
di kursi belakang mobil bersama dengan Dr. Fank Aydelotte dan istrinya.
Tetapi
kenapa Albert Einstein harus menjulurkan lidahnya pada saat di foto?
Inilah yang menjadi pertanyaan banyak orang mengenai foto tersebut.
Bahkan rumor yang berkembang di masyarakat kita menganggap agar menjadi
jenius alias pintar maka kita harus mengeluarkan lidah dengan rambut
yang acak-acakan.
Mmmmhhh.....
padahal untuk menjadi jenius bukan berarti rambut kita harus
acak-acakan dan mengeluarkan lidah bukan? Malah kalau kita lakukan itu,
bisa disangka orang gila.
Cerita
sebenarnya adalah pada saat itu, Albert Einstein dan Aydelotte baru
saja pulang dari acara penghargaan Albert Einstein. Meskipun Einstein
sudah duduk di kursi mobil, masih saja reporter dan fotografer mengejar
beliau. Para wartawan pun berusaha menahan Albert Einstein, dan Albert
Einstein berteriak : "sudah...sudah cukup. Ini cukup!".
Namun
dasar wartawan, tetap saja mengajukan pertanyaan dan para fotografer
terus mengambil gambarnya bersama kerabatnya. Ketika wartawan meminta
kesediaan Albert Einstein untuk mengabadikan foto ulang tahunnya,
akhirnya iapun menjadi letih dan kesal, lalu ia menjulurkan lidahnya,
dengan nada mengejek. Momentum itu tidak disia-siakan oleh Arthur Sasse
untuk mengabadikan foto Albert Einstein tersebut. Pret..pret..
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak mubaligh yang menganjurkan kaum perempuan agar tidak ikut ke masjid menunaikan shalat berjamaah.
Mereka berdalil dengan sabda Nabi SAW kepada Ummu Humaid as-Sa'diyah, "Shalatnya salah seorang (perempuan) di makhda' (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku." (HR Ahmad).
Hadis yang dihasankan Al-Albani ini juga menjadi dalil Mufti Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, ketika ditanya soal shalat kaum perempuan. Manakah yang lebih utama, shalatnya kaum perempuan di rumah atau di Masjidil Haram yang keutamaannya 100 ribu kali lipat dibanding shalat di masjid biasa? Bin Baz tetap mengatakan, shalat kaum perempuan lebih utama di rumah saja.
Hal ini terkadang menuai kegelisahan bagi kaum perempuan. Di satu sisi, merekalah yang paling bersemangat untuk shalat ke masjid. Fenomena di berbagai masjid, jamaah perempuan kadang lebih banyak dibanding jamaah laki-laki. Sementara, ketika mereka ingin shalat ke masjid, ada anjuran agar mereka lebih utama untuk shalat di rumah saja.
Para fuqaha memang berbeda pendapat dalam persoalan ini. Beberapa ulama lebih cenderung menghukum secara tekstual dari hadis tersebut. Sementara, ulama kontemporer lebih cenderung mengkaji aspek mudarat-maslahat serta tinjauan fiqh aulawiyat (prioritas). Kebanyakan fuqaha mu'ashirah tetap menganjurkan kaum perempuan untuk shalat ke masjid sebagaimana kaum laki-laki.
Ulama kontemporer berpendapat, penekanan dalam hadis riwayat Imam Ahmad tersebut bukan pada larangan ke masjid, melainkan perhatian kaum perempuan untuk lebih menjaga hijab.
Makhda' lebih tertutup dari kamar. Kamar lebih tertutup dari rumah. Dan rumah lebih tertutup daripada masjid kaumnya. Kemudian masjid kaumnya lebih tertutup daripada masjid jami. Berarti yang dimaksud hadis tersebut adalah penegasan agar kaum perempuan lebih memperhatikan penutup (sitr) pada saat shalat.
Selain itu, ulama kontemporer juga mengkaji asbabul wurud (latar belakang keluarnya hadis Nabi SAW) dari hadis riwayat Imam Ahmad ini. Menurut mereka, hadis ini dikeluarkan ketika maraknya gangguan yang dihadapi kaum Muslimin dari orang-orang kafir. Tak jarang kaum Muslimin mendapatkan pelecehan dan penistaan di tempat umum. Tentu saja kondisi rawan keamanan ini sangat berbahaya bagi kaum perempuan yang lemah secara fisik.
Adapun saat ini tak ditemui lagi kondisi rawan keamanan sebagaimana zaman Rasulullah SAW dahulu. Maka, dengan hilangnya 'illat (penyebab) berupa rawan keamanan, hilang pula hukumnya berupa anjuran shalat berjamaah lebih utama di rumah bagi perempuan. Jadi, kaum perempuan tetap dianjurkan ke masjid selama aman dari fitnah dan bisa menjaga auratnya dengan baik
Mereka berdalil dengan sabda Nabi SAW kepada Ummu Humaid as-Sa'diyah, "Shalatnya salah seorang (perempuan) di makhda' (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku." (HR Ahmad).
Hadis yang dihasankan Al-Albani ini juga menjadi dalil Mufti Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, ketika ditanya soal shalat kaum perempuan. Manakah yang lebih utama, shalatnya kaum perempuan di rumah atau di Masjidil Haram yang keutamaannya 100 ribu kali lipat dibanding shalat di masjid biasa? Bin Baz tetap mengatakan, shalat kaum perempuan lebih utama di rumah saja.
Hal ini terkadang menuai kegelisahan bagi kaum perempuan. Di satu sisi, merekalah yang paling bersemangat untuk shalat ke masjid. Fenomena di berbagai masjid, jamaah perempuan kadang lebih banyak dibanding jamaah laki-laki. Sementara, ketika mereka ingin shalat ke masjid, ada anjuran agar mereka lebih utama untuk shalat di rumah saja.
Para fuqaha memang berbeda pendapat dalam persoalan ini. Beberapa ulama lebih cenderung menghukum secara tekstual dari hadis tersebut. Sementara, ulama kontemporer lebih cenderung mengkaji aspek mudarat-maslahat serta tinjauan fiqh aulawiyat (prioritas). Kebanyakan fuqaha mu'ashirah tetap menganjurkan kaum perempuan untuk shalat ke masjid sebagaimana kaum laki-laki.
Ulama kontemporer berpendapat, penekanan dalam hadis riwayat Imam Ahmad tersebut bukan pada larangan ke masjid, melainkan perhatian kaum perempuan untuk lebih menjaga hijab.
Makhda' lebih tertutup dari kamar. Kamar lebih tertutup dari rumah. Dan rumah lebih tertutup daripada masjid kaumnya. Kemudian masjid kaumnya lebih tertutup daripada masjid jami. Berarti yang dimaksud hadis tersebut adalah penegasan agar kaum perempuan lebih memperhatikan penutup (sitr) pada saat shalat.
Selain itu, ulama kontemporer juga mengkaji asbabul wurud (latar belakang keluarnya hadis Nabi SAW) dari hadis riwayat Imam Ahmad ini. Menurut mereka, hadis ini dikeluarkan ketika maraknya gangguan yang dihadapi kaum Muslimin dari orang-orang kafir. Tak jarang kaum Muslimin mendapatkan pelecehan dan penistaan di tempat umum. Tentu saja kondisi rawan keamanan ini sangat berbahaya bagi kaum perempuan yang lemah secara fisik.
Adapun saat ini tak ditemui lagi kondisi rawan keamanan sebagaimana zaman Rasulullah SAW dahulu. Maka, dengan hilangnya 'illat (penyebab) berupa rawan keamanan, hilang pula hukumnya berupa anjuran shalat berjamaah lebih utama di rumah bagi perempuan. Jadi, kaum perempuan tetap dianjurkan ke masjid selama aman dari fitnah dan bisa menjaga auratnya dengan baik
No comments:
Post a Comment