BES-Ar-Risalah

خليفةالرحمن

Tuesday 29 March 2016

LANJUTAN CERPEN "CAHAYA DALAM HITAM"

“ Wah.. kalau kau terus kerja disini, saya akan kaya raya! “ suara berat memenuhi ruangan tersebut. Pemilik suara itu jelas sedang senang. Sambil menepuk pundak pemuda di depannya denga bangga, dia terus mengisap rokoknya.
                “ Hm, bayaran saya mana mas?” Fahri, pemuda itu berseru cepat.
                “ Yah! Bayaran kau kan akhir minggu ini saya kasih, masa lupa?”  Mas Garsa membalas cepat. Fahri terdiam.
                “ Tapi gaji saya yang minggu kemaren belum mas kasih..”
                “ Alaaah..udah! kau yang lupa! Waktu itu kan saya kasih waktu kita lagi main domino di rumah Usep”
                Fahri menggeleng kencang. Dia yakin sekali kalau dia belum menerima apapun yang berjenis uang.
                “ Mas Garsa yang lupa! Jelas-jelas saya lihat mas Cuma mabuk-mabukan semalaman! Saya ngga ada nerima yang namanya uang mas” suara Fahri mulai meninggi. Belum selesai Fahri ingin melanjutkan bantahannya, Mas Garsa sudah berdiri dengan tampang garang.
                “  Jadi..kamu mau apa? Hah?”
                “ Saya hanya ingin gaji saya, bukan..tapi uang saya” Fahri  memperjelas kata ‘uang’ dalam kalimatnya. Mas Garsa terlihat tenang, tapi Fahri tau dia sedang sangat dongkol dengannya.
                “ Heh, uangmu? Oke, oke, kau ingin ‘UANG’ mu? Akan saya berikan tapi kau harus menjual setumpuk lagi disana, baru saya akan berikan sekaligus dengan minggu ini, bagaimana?”
                Fahri mendengus. Itu negoisasi yang menyebalkan.
                “ Tidak”, Fahri membantah tegas, “ Saya hanya ingin gaji saya yang kemarin. Saya tidak akan tertipu oleh pola pikir orang-orang seperti Mas Garsa. Cara kalian berbisnis, memperganda uang, menyuap bea cukai, kalian bersembunyi di balik topeng-topeng pejabat yang berkhianat, saya tau semuanya” Fahri mengepalkan tangannya. Dia membenci orang-orang seperti mereka, tapi Fahri dengan bodohnya mau mengikuti mereka.
                “ Kau berceramah padaku ya?” Mas Garsa berkata pendek, menahan emosinya dalam-dalam.
                Tidak ada jawaban, berarti iya.
                “ Raj! Kemari kau!” beberapa saat kemudian, seseorang masuk. Fahri mengenal Raj, dia pengedar sekaligus pengguna paling mengerikan disini. Wajah Indianya kontras sekali dengan kulit terbakar dan badan kekarnya. Bau alkohol menyeruak saat dia masuk. Mas Garsa mengambilnya saat dia menemui rekan kerjanya disana. Raj, masa lalu kelam dan penuh riwayat kriminal. Dia sering bermain dengan pistol dan senjata tajam. Bisa dibilang, dia penjagal. Tapi dia tak lebih dari tikus kecil di tangan Mas Garsa.
                Mas Garsa membuang asap rokoknya pelan. Telunjuknya bergerak isyarat Raj disuruh mendekat. Mata Mas Garsa melirik sesaat pada Fahri.
                Ada yang tidak beres, pikir Fahri.
                Mas Garsa berbisik pelan pada Raj, diikuti anggukan pelan dari Raj. Fahri merasa napasnya tertahan, keringat mengucur deras di pelipisnya.
                “ you, follow me” Raj berkata dingin dengan bahasa inggrisnya yang kaku.
                “ Kau berkeringat, Fahri. Ikuti saja, dia akan memberimu uang” terlihat senyum yang ganjil dari wajah Mas Garsa.
Tanpa sadar Fahri menelan ludah.
Raj membawa Fahri ke brankas utama Mas Garsa. Langkah mereka lambat menyusuri lorong brankas yang baunya seperti tumpukan kertas lama. Raj baru berhenti saat tiba di ruangan gelap kusam yang hanya ada satu meja didalamnya.
You want money. Isn’t it?”
Fahri diam saja. 

In that table. And you’ll find it” suara Raj berdengung di ruangan tersebut, terdengar tidak meyakinkan. Tapi dengan langkah pelan Fahri mengikuti perintah Raj.
Here?” Fahri berseru pendek. Mulai merasa aneh. Tapi Raj tak menunjukkan reaksi apapun disampingnya. Fahri mengusap dahi, keringat mengalir pelan di dahinya. Waktu bergulir lama seolah dapat menjadi pedang yang akan menghujam kapanpun.
Saat laci terkahir, Fahri menghentikan gerakan tangannya.
I’m sorry, I can’t find..” mendadak, gerakan tangan Raj dengan cepat memelintir tangannya. Fahri mengaduh kesakitan. Diikuti tendangan yang dalam beberapa detik sudah merobohkan badan Fahri. Belum habis, Raj mengeluarkan ‘mainannya’, pistol berkaliber ’30 itu mengarah tepat ke punggungnya.
say  goodbye, Fahri”
DOR!!
Fahri terkulai, badannya menabrak lantai. Bau amis menyeruak di hidungnya.
“ Hah..huh..hah..” napasnya mulai tersengal.
Dalam kesadarannya yang mulai mengawang, Fahri melihat sosok Mas Garsa yang tersenyum angkuh kepadanya. Tangannya menjatuhkan seamplop uang dengan kasar. Lantas berjongkok sambil menghembuskan asap rokoknya di wajah Fahri. Mengatakan satu kalimat yang tak akan terlupakan oleh Fahri.
“ Kau memang pintar,Fahri. Tapi kau melupakan satu hal penting. Bahwa, bagi orang sepertiku, uang lebih penting daripada nyawa”
Selesai sudah.
Fahri bahkan tidak bisa berkutik hanya untuk sekedar menyumpahi sosok Mas Garsa. Dia mengaduh pelan. Tiba-tiba, wajah adiknya membayangi matanya, Haya.
Haya nggak nyalahin abang buat nyari uang! Haya cuma GAK MAU ABANG KESANA! HAYA CUMA GAK MAU ABANG SUSAH NANTI!”
Dada Fahri mulai sesak, oksigen terasa menguap disekitarnya. Rahangnya mengatup kencang, menahan air mata yang mulai berdesakkan keluar.
Tak lama, Fahri sudah terisak pelan.
“ Haya…”
Masih banyak pekerjaan lain, bang..”
Bayangan wjah Haya yang tertunduk sedih sempurna membuat tangis Fahri pecah.
Perasaannya bercampur aduk. Perasaan bersalah, ayah dan ibu, kematian. Segalanya.
Bahu Fahri berguncang hebat. Menangis sejadi-jadinya. Seiring dengan napasnya yang mulai tersengal, sebuah kalimat pelan berhembus lemah dari bibirnya. Bercampur dengan deru napas dan genangan air mata.
“ Astaghfirullah..”



No comments:

Mechanic Game